
Desa, Penopang Utama Ketahanan Pangan Nasional
Pandemi Covid-1 yang melanda dunia kurang lebih 2 tahun terakahir, memberikan dampak yang cukup serius diberbagai sektor kehidupan, termasuk di sektor pangan. Dengan adanya pembatasan ruang gerak manusia, otomatis juga menghambat peredaran pangan/bahan pangan dari satu negara ke negara lain, dari satu daerah ke daerah lain, yang pada akhirnya pasokan (ketersediaan) dan stabilitas harga pangan terganggu.
Belum selesai dampak Covid-19, kini masyarakat dunia termasuk Indonesia, masih juga menanggung dampak lain dengan adanya perang antara Rusia dengan Ukraina, peristiwa ini tidak hanya semata menimbulkan korban fisik (korban jiwa) dan psikologis kemanusiaan, tetapi juga memukul sektor pangan secara global. Adanya pembatasan ekspor-impor, menjadikan sebagian komoditi pangan bagi daerah pengguna maupun pemasok mengalami ketimpangan antara ketersediaan dengan kebutuhan.
Begitu juga adanya wabah penyakit ternak yang sempat meresahkan masyarakat, kasus LSD (Lumpy Skin Disesase) dan Penyakit Mulut dan Kaki (PMK) yang menyerang hewan ternak sapi dan kerbau. Dampaknya, bisa menyebabkan sejumlah kerugian ekonomi, terutama bagi peternak dan terganggunnya ketersediaan pasokan pangan hewani, meskipun tingkat kematiannya masih tergolong rendah.
Faktor lain turut mempengaruhi gejolak pangan diantaranya adanya faktor cuaca yang sering berubah secara ekstrim, mengakibatkan gagal panen beberapa komoditi pangan, seperti komoditi sayuran (cabai merah, cabai rawit, bawang, dan lainnya). Sehingga lonjakan harga komoditi pangan tersebut di tingkat konsumen tak dapat dielakkan. Disisi lain, ini sebenarnya menguntungkan bagi para petani penghasil komoditi pangan tersebut, namun disisi lain khususnya di daerah yang sebagian besar ekonominya bergerak diusaha perkebunan (kelapa sawit), seperti daerah Kabupaten Dharmasraya, dengan harga jual yang rendah, membuat daya beli terhadap komoditi pangan tersebut terganggu.
Desa sebagai tumpuan penopang ketahanan pangan nasional, terus di dorong untuk mengoptimalkan seluruh potensi sumberdaya serta kearifan-kearfian lokal yang dimiliki, sebagai modal dasar yang perlu dikelola dan dikembangkan bagi keberlangsungan dan perkembangan desa untuk menopang ketahanan pangan serta mencegah terjadinya potensi krisis pangan nasonal. Dimana salah satu fungsi desa yaitu menyuplai keperluan perkotaan, terutama berupa barang hasil pertanian dan perkebunan. Karena sistem ekonomi masyarakat desa umumnya bergerak dibidang pertanian dan perkebunan.
Lahirnya Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2021 yang mewajibkan minimal 20 % Dana Desa dialokasikan untuk program ketahanan pangan, yang lebih jauh diterjemahkan dalam Peraturan Menteri Desa nomor 7 tahun 2021 tentang prioritas penggunaan Dana Desa Tahun 2022, yang memberikan beberapa alternatif yang dapat dikembangkan oleh Desa dalam pemanfaatan Dana Desa untuk ketahanan pangan nabati dan hewani, dalam mengintervensi permasalahan pangan yang terjadi di wilayah desa, pada 3 (tiga) subsistem Ketahanan Pangan, yaitu; (1) ketersediaan pangan, (2) keterjangkauan pangan, dan (3) pemanfaatan (konsumsi) pangan. Pemerintahan Desa, hendaknya selalu bersinergi dengan segala elemen terkait, termasuk sinergitas dan dukungan dari pemerintah daerah dengan segala jajaran unit kerjanya, dalam membangun ketahanan pangan di desa, sesuai dengan potensi dan permasalahan pangan yang terjadi pada masing-masing wilayah.